Wednesday 11 June 2014

Pangeran Jonet adalah penyebar ilmu Silat

RM Djonet adalah putra dari Pangeran Diponegoro dari istrinya yang bernama RaY Maduretno/RA Diponegoro (cucu Sultan Hamengkubuwo II), ibunya RaY Maduretno (makam imogiri) bernama Bray Maduretno (anak Sultan Hamengkubuwo II) menikah dengan Pangeran Prawirodredjo (adipati maospati/madiun), jadi RM Djonet Dipomenggolo adalah buyut Sultan Hamengkubuwo II dari ibu Ray Maduretno dan ayah Pangeran Diponegoro. Ketika tahun 1957 makam Pangeran Prawirodredjo dipindahkan dari banyusurup ke gunung bancak desa giripurno, Magetan, beliau juga dinyatakan sebagai pejuang perintis melawan Belanda oleh Sultan Hamengkubuwono IX, saksi mata menyebutkan ketika prosesi pemindahan makam dilakukan, saking banyak sekali pelayat, keranda yang membawa tulang belulang Pangeran Prawirodredjo, berpindah tangan dari satu tangan ke tangan lainnya hingga ke liang kubur, dengan kata lain pelayat tidak bisa berjalan karena banyaknya orang, sungguh besar kecintaan warga magetan terhadap beliau, di pemakaman ini telah dikebumikan sebelumnya istri beliau yang bernama Bray Maduretno anak Sultan Hamengkubuowo II.
Saat Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Batavia, ia diikuti putera pertamanya dari istri bernama Ray Maduretno yang bernama Raden Mas Djoned. Saat Pangeran Diponegoro ditahan di Batavia ia ikut dipenjara, lalu ketika Pangeran Diponegoro dan kerabatnya naik kapal untuk dibuang ke Manado, Raden Mas Djoned ini nekat nyebur ke laut dan berenang ke arah sebuah pulau, waktu ia nyebur pasukan Belanda tidak sadar, dan sama sekali tidak... ketahuan. Raden Mas Djoned ini sampai ke Pulau tak berpenghuni di kepulauan seribu.
Selama seminggu ia menunggu di pulau itu lalu ada kapal nelayan kecil yang merapat, rupanya nelayan itu adalah penduduk kampung laut (sekarang sekitar jalan Lagoa). RM Djoned akhirnya ditolong nelayan itu dan dibawa ke kampung laut, hanya beberapa hari di kampung laut, datanglah seorang kyai Betawi yang tau bahwa ini pasti orangnya Diponegoro, kyai itu langsung membawanya ke arah Jatinegara agar jangan sampai ketahuan pihak Belanda. Lalu kyai itu mengorek keterangan bahwa memang ternyata RM Djoned adalah anak sulung Pangeran Diponegoro.
Kyai itu gembira, lalu ia mengarahkan RM Djoned bertemu dengan kelompok Matraman yang merupakan keturunan langsung dari serdadu-serdadu Mataram. Di kampung Matraman RM Djoned berusaha membangun kantung-kantung perang. Tercatat memang kemudian RM Djoned berhasil membangun kelompok anti Belanda dan menyebarkan pelajaran silat mataraman.
Kemajuan dari perkumpulan Djoned ini luar biasa, langkah pertamanya adalah memperbaiki masjid Matraman yang rencananya akan jadi pusat pertempuran baru Perang Diponegoro di Batavia. Sayangnya seorang Haji kaya terlalu berlebihan dan bersemangat membangun masjid sehingga masjid terlihat mewah, inilah yang menimbulkan kecurigaan dari Belanda kenapa kok di Matraman tiba-tiba mendadak ramai. Intel-Intel Belanda bergerak ke Matraman dan ditemukan kejutan luar biasa, ternyata putera sulung Pangeran Diponegoro yaitu RM Djoned berada di Matraman.
Kontan para petinggi militer berunding, akhirnya setelah mendapatkan informasi memang benar bahwa salah seorang daftar tawanan menghilang. Diputuskan agar penangkapan RM Djoned tidak menimbulkan kehebohan agar tidak memancing pihak lain membela RM Djoned, karena kabarnya di wilayah Banten ada kelompok radikal yang bisa saja membela RM Djoned. Dipilihlah penyergapan ke rumah RM Djoned.
Tapi beruntung bagi RM Djoned, saat penyergapan ia sedang berada di Kampung Kuningan bertemu dengan Raden Mustahid keturunan langsung Pangeran Kuningan. Berita penyergapan Raden Djoned ini membuat Raden Djoned langsung diungsikan oleh Raden Mustahid ke sebuah kampung dekat hutan jati, bernama Cilandak. Dari Cilandak kemudian dengan menggunakan gerobak Raden Djoned diungsikan ke Bogor Timur. Di Bogor itu Raden Djoned membangun kampung bernama Jabaru atau Jawa Baru. Di sebuah bukit kecil dekat kampung Jabaru digunakan tempat menernak kuda dan melatih kuda-kuda tunggangan daerah itu kemudian dikenal sebagai “Pasir Kuda”. Di sebelah timur dibuatkan kampung Dukuh Jawa.
RM Djoned terus melakukan gerakan kladenstin melawan Belanda salah satu hasilnya adalah pemberontakan di Condet, gerakan-gerakan radikalisasi petani. RM Djoned juga menyebarkan ilmu silat dimana jawara-jawaranya anti Belanda, pada tahun 1945 para jawara yang baik langsung ataupun tidak langsung mendapatkan tularan ilmu silat Diponegoro ini kelak menjadi petarung-petarung jalanan Revolusi di jam-jam pertama Revolusi Kemerdekaan.
RM Djoned  Dipomenggolo wafat tahun 1837 di Jogyakarta ketika melakukan kerusuhan menurut versi Peter Carey, sedangkan menurut keluarga RM Djoned Dipomenggolo wafat di Bogor tahun 1885,  beliau dimakamkan di gg kosasih, Cikaret, Bogor.
RM Djonet mempunyai 7 anak  bernama  :
1.     RM. Ngabehi Dipamenggala     Jabaru, C-1833
2.     RM. Hardjo Dipomenggolo     Jabaru, C-1834
3.     RM. Harjo Dipotjokro / Pangeran  Gringsing I     Jabaru, C-1835
4.     RM. Harjo  Abdul Manap    Jabaru, C-1836
5.     RM. KH. Sahid Angkrih     Jabaru, C-1835
6.     NYI Mas RAy. Ukin     Jabaru, C-1836
7.     NYI Mas RAy. Okah    Jabaru, C-1837

No comments:

Post a Comment