Friday 22 August 2014

Mengapa RM Djonet ada di Bogor ?

Setelah memadamkan perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro tahun 1830, Belanda mengalami kerugian sangat besar, kerugian yang belum pernah dialami selama melakukan kolonisasi di Indonesia, kerugian ini secara materi ataupun non materi, materi lebih terfokus kepada banyaknya tentara Belanda yang meniggal, fasilitas milik Belanda yang rusak/hilang, ataupun lebih spesifik dalam segi keuangan yang banyak menghabiskan uang negara, kerugian non materi yaitu adanya menumbuhkan kepercayaan ataupun rasa nasionalisme tinggi dari kaum terjajah/pribumi artinya bukan mustahil di lain hari akan terjadi perang yang lebih besar daripada perang jawa sebagai efek domino perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponogoro, walaupun perang ini hanya 5 tahun yaitu 1825-1830.
Pengaruh non materi ini yang sangat ditakutkan oleh Belanda, bukan mustahil lahir hari akan muncul Pangeran Diponegoro lain di lain daerah. Salah satu cara untuk menghilangkan pengaruh/efek perang Diponegoro ini adalah dengan membuang/menghancurkan semua yang berhubungan dengan Diponegoro khususnya keluarga dari Pangeran Diponegoro, dari istri, anak anak, bahkan sampai cucu, termasuk semua senapati, pengawal, bahkan simpatisan.
Dalam tradisi dan kepercayaan orang jawa, seorang pemimpin besar yang kaya akan kekuatan spiritual biasanya akan melahirkan keturunan besar juga, apalagi Pangeran Diponegoro bukan hanya seorang anak raja Jawa yang paling besar/sulung, yang menolak diangkat jadi penerus raja secara tradisi tetapi beliau adalah pemimpin spririual hal ini dibuktikan dengan diangkatnya beliau oleh semua golongan masyarakat (bukan secara tradisi) baik ningrat, petani, tokoh agama, dll menjadi pemimpin negara dan agama yang kekuasaannya melebihi para raja jawa saat itu.
Atas dasar itulah Belanda membuang semua keluarga Diponegoro bahkan sampai seorang bayipun. Belanda telah mendata semua keturunan Diponegoro, salah satunya adalah RM Djonet Dipomenggolo anak Pangerang Diponegoro dari istrinya yang bernama Ray Maduretno disamping anak Prawirodiredjo III adipati maospati yang anti kolonial juga cucu Sultan Hamengkubuwono II, jelas darah anti kolonial mengalir dalam darah RM Djonet. Ada beberapa sumber yang menerangkan perjalanan RM Djonet ke Batavia/Bogor :
Setelah Pangeran Diponegoro beserta keluarga tinggal beberapa hari di Batavia, beliau diangkut dengan kapal laut untuk diasingkan ke Sulawesi/Ambon, ketika itu RM Djonet melarikan diri dengan cara menceburkan ke laut, kemudian menepi di kepulauan seribu untuk selanjutnya menuju ke Batavia/Jakarta.
Ketika ditawan di Batavia, sebelum diangkut oleh kapal laut, RM Djonet melarikan diri dan mencari tempat aman, sedangkan adik beliau bernama RM Roub diasingkan ke Ambon.
Tahun 1830, setelah usai perang jawa semua keluarga besar Diponegoro ditangkap, tetapi RM Djonet berhasil melarikan diri dan beliau mengejar ayahanda tercinta ke Batavia bermaksud ingin membebaskannya tetapi Tuhan menentukan nasib lain, sang ayah sudah diasingkan ke Sulawesi/Ambon.
Berdasarkan fakta berupa peninggalan beberapa makam, tempat/kampung bekas tinggal dan kesaksian beberapa keluarga, di Bogor, RM Djonet sampai di Bogor tidak sendiri, beliau disertai keluarga yang terdiri dari istri dan anak anaknya. Dalam tulisan sebelumnya saya sudah menulis analisa tahun kapan anak anak RM Djonet dilahirkan hasilnya anak kedua RM Djonet yaitu RM Harjodipomenggolo dilahirkan kira kira tahun 1827, artinya beliau dilahirkan pada saat perang Diponegoro. Berarti pada saat RM Djonet datang di Bogor beliau sudah mempunyai keluarga, disamping itu karena RM Djonet adalah anak seorang raja/pemimpin spiritual dan tokoh disegani, dapat dipastikan beliau dikawal beberapa pengawal/prajurit, di Bogor ada kampung jabaru yg akronim dari jawa baru, ada juga kampung dukuh jawa, yang pernah ditinggali oleh RM Djonet, berarti dapat disimpulkan pada saat RM Djonet di Batavia beliau disertai keluarga dan para pengawalnya.
Ketika RM Djonet sampai di Batavia ataupun pada saat melarikan diri, disamping mencari tempat yang paling aman dari kejaran belanda juga tempat itu mendekati dengan kultur RM Djonet, ada beberapa tempat yang mendukung dengan hal itu :
1. Bogor, Pakuan, Buitenzorg, bekas ibukota Pajajaran yang sudah menjadi hutan belantara setelah Pajajaran runtuh, berada di selatan Batavia hal ini dihubungkan dengan istri beliau yang merupakan seorang Tionghoa, bernama Bun Nioh anak keluarga/marga Tan, keluarga Tan sampai sekarang mempunyai peninggalan rumah yang sekarang menjadi cagar budaya di Jl Suryakencana, Bogor, menurut kesaksian ahli waris rumah keluarga Tan, leluhur mereka adalah seorang panglima perang di jaman Belanda, berdasarkan sejarah peperangan Mataram, banyak sekali dibantu dibantu warga Tionghoa, bukan mustahil walaupun panglima Tan merupakan serdadu belanda, beliau simpati terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro, salah satunya adalah dengan dengan melindungi RM Djonet di Bogor, bukan itu saja bahkan Panglima Tan juga menikahkan anaknya dengan RM Djonet.
2. Matraman, Batavia, Jakarta, pada saat Sultan Agung menyerang Belanda/VOC di Batavia tahun 1628-1629, Matraman dijadikan basis pasukan mataram, hal ini dilihat dari Matraman yang merupakan akronim dari Mataram, bahkan setelah perang usai, mereka tidak kembali lagi ke mataram tetapi memilih tempat di sekitar matraman sampai menurunkan anak cucu. Hal ini yang membuat RM Djonet tinggal di sekitar Matraman, bahkan beliau sempat meresmikan mesjid jami Matraman dan beliau menjadi imam shalat jum'at pada tahun 1837. Karena aktifitas ini akhirnya keberadaan RM Djonet diketahui oleh belanda dan pihak belanda bermaksud menangkapnya tetapi RM Djonet dapat melarikan diri ke tempat lain yang lebih aman, untuk itu dipilihlah di Bogor di bawah kaki gunung salak yaitu sekitar gunung batu, pasir kuda, jabaru. Di wilayah ini ada salah seorang anak Adipati Surialaga, bernama Rd Tumenggung/Patih Candramenggala yang wafat tahun 1857, beliau dimakamkan di belakang mesjid AlHuda gunung batu, sebagai anak seorang Adipati tentulah beliau mempunyai pengaruh besar, dan mustahil juga keberadaan RM Djonet tidak diketahui olehnya, besar kemungkinan RM Djonet mendapat perlindungan dari anak Adipati Surialaga ini, indikasinya adalah dengan menikahnya salah satu cucu Pangeran Diponegoro yaitu Ray Gondomirah dengan cucu Adipati Surialaga yaitu Tumenggung Suriamenggala, semua makam mereka ada di belakang Mesjid AlHuda, Gunung Batu, masih di daerah Gunung Batu tidak jauh dari Mesjid Alhuda yaitu di gg wates, ada makam anak anak RM Djonet. Sedangkan makam RM Djonet di Cikaret, Bogor. Walaupun RM Djonet adalah anak seorang raja dan salah satu tokoh yang mendirikan/membuka kota Bogor (Bogor sejak runtuhnya Pajajaran adalah sebuah hutan belantara, mohon baca sejarah Bogor), dan diperkirakan sekitar 20%-30% dari warga Bogor merupakan keturunannya, tetapi sejarah tentang RM Djonet sangat minim sekali karena keberadaan beliau sangat dirahasiakan oleh keluarga untuk menghindari incaran belanda bahkan sampai saat inipun masih ada tradisi tabu bagi sebagian keluarga untuk mengupas sejarah RM Djonet, tapi walaupun seperti itu dalam penulisan silsilah keturunan keluarga, sudah ada tradisi penulisan silsilah dengan baik, selain itu ada juga tradisi pernikahan antar kerabat, untuk memperat tali persaudaraan juga untuk menjaga kerahasiaan RM Djonet . Silsilah keluarga yang telah dibuat dengan baik oleh leluhur ratusan tahun lalu, menjadi saksi /bukti/wasilah bertemunya kembali keturunan RM Djonet yang sudah berpisah ratusan tahun lalu, ternyata silsilah ini mempunyai kesamaan dan titi temu yang sama, artinya silsilah ini bukan berdasar khayalan yang tidak masuk akal, tetapi sudah masuk ke dalam karya ilmiah, artinya SHAHIH..