Tuesday 17 June 2014

Analisa Usia RM Djonet Dipomenggolo



Rd Siti Rahmat (uyut Titi) ketika tahun 1973

Ray Gandamirah bin RM Harjodipomenggolo, wafat 5 Djuli 1908, pasir kuda, Bogor

Rd Candramenggala bin Adipati Surialaga, wafat 1857, makam pasir kuda, bogor, mertua Ray Gandamirah

Rd Tumenggung Suryamenggala bin Rd Candramenggala, wafat 1886, suami Ray Gandamirah, makam pasirkuda, Bogor.

Ray Gondomirah adalah cucu RM Djonet Dipomenggolo bin Pangeran Diponegoro, berarti beliau turunan ke 3 dari Pangeran Diponegoro, beliau menikah dengan Rd Tumenggung Suryamenggala wafat 1886, salah seorang turunan dari Pangeran Santri (buyut Syekh Dahtul Kahfi/Nurjati guru Pangeran Cakrabuana/Rara Santang, makam Gunung Sembung Cirebon) dari trah Adipati Suryadilaga. Pangeran Santri menyebarkan agama Islam di Sumedang Larang dan menurunkan raja raja Sumedang Larang. Ray Gondomirah wafat 5 Juli 1908 dimakamkan di belakang Mesjid Alhuda, Pasir Kuda/Gunung Batu, Bogor, beliau meninggalkan 9 orang putra-putri salah satu cucunya bernama Rd Ratna Kencana kelak dinikahi seorang pujangga besar/ nasional yaitu Marah Roesli (kakek Harry Roesli, seniman) sekitar tahun 1911.
Dari garis anaknya Ray Gondomirah + Tumenggung Suryamenggala lahirlah Rd Rajamirah, beliau merupakan putri bungsu dari 9 bersaudara, salah satu anak dari Rd Rajamirah, yaitu Rd Siti Rahmat sudah mempunyai anak yang dilahirkan tahun 1908 yaitu RH Abubakar Yogapranata, berarti di tahun pada saat Ray Gondomirah wafat, beliau sudah memiliki buyut/cicit.
 Mohon perhatikan silsilah urutan turunan Rd Siti Rahmat, dari trah RM Djonet Dipomenggolo di bawah ini :
RM Djonet Dipomenggolo -> RM Harjomenggolo -> Ray Gondomirah -> R Rajamirah -> R Siti Rahmat
R Siti Rahmat adalah keturunan RM Djonet Dipomenggolo yang ke 4, beliau wafat tahun 1977 di perkirakan minimal di usia 87 tahun (tapi menurut kesaksian anaknya yang bungsu R Enen Yogaprana /pada saat tulisan ini dibuat beliau masih ada, R Siti Rahmat wafat di usia 97 tahun) dan  dimakamkan di Pamoyanan, Bogor. R Siti Rahmat dinikahi R Husen (turunan gg Abesin, Bogor), R Husen adalah camat Ciririp, Purwakarta sekitar tahun 1930-an. Anak laki laki dari R Siti Rahmat + R Husen semuanya memakai kata 'pranata', seperti Yogapranata, Widyapranata, dst.
Kembali ke Rd Siti Rahmat, sebagai pertimbangan usia beliau wafat di usia 87 tahun, saya sertakan foto beliau di tahun 1973, terlihat dari gambaran wajahnya yang berada di usia 83-an (mungkin juga lebih), pertimbangan lain ialah anak beliau yang paling tua adalah RH Abubakar Yogapranata, wafat tahun 2000 di Bandung, dilahirkan pada tahun 1908, berarti tahun kelahiran RH Abubakar Yogapranata sama dengan wafatnya buyut beliau yaitu Ray Gondomirah.
Dengan taksiran minimal beliau wafat di usia 87, berarti R Siti Rahmat, dilahirkan pada sekitar tahun 1890, pada saat anak pertama lahir RH AB Yogapranata, beliau di usia 18 tahun, beliau masih mempunyai kakak tertua bernama R Yasin Winatadiredja, jika paling sedikit selisih usia antara keduanya 1 tahun, berarti R Yasin Winatadiredja lahir 1889.
R Siti Rahmat adalah cucu dari Ray Gondomirah + Tumenggung Suryamenggala, dari anak yang bungsu mereka bernama R Rajamirah yang dinikahi oleh R Kertadiredja. Jika diambil  asumsi secara umum pernikahan di minimal  di usia 17 tahun/ umur yang sama ketika Pangeran Diponegoro nikah, maka R Rajamirah dilahirkan di tahun kelahiran anak pertama R Winatadiredja tahun 1889 dikurangi  17 tahun = 1872, berarti R Rajamirah perkiraan lahir 1872, beliau merupakan  anak bungsu dari 9 bersaudara,  dengan asumsi minimal selisih setiap anak 15 bulan (bisa juga lebih) yaitu 15 bulan dikali 9 anak = 135 bulan, lalu 135 bulan / 12 = 11 tahun 3 bulan, tahun kelahiran  R Rajamirah 1872 dikurangi  11 tahun = 1861, berarti anak tertua dari pasangan Ray Gondomirah + Tumenggung Suryamenggala, yaitu RH Ibrahim dilahirkan pada tahun kira kira tahun 1861.
Kemudian jika asumsi Ray Gondomirah melahirkan anak pertama di usia 17 tahun, berarti tahun kelahiran anak pertama beliau yaitu RH Ibrahim 1861 - 17 = 1844, berarti tahun kelahiran Ray Gondomirah diperkirakan adalah tahun 1844, beliau adalah anak kedua dari RM Harjo Dipomenggolo, cucu RM Djonet Dipomenggolo. Kakak  tertua dari Ray Gondomirah bernama RM Brojomenggolo, jika diasumsikan lagi perbedaan usianya 1 tahun berarti diperkirakan RM Brojomenggolo dilahirkan pada tahun 1843.
Untuk menentukan tahun kelahiran ayah RM Brojomenggolo yaitu RM Harjo Dipomengggolo, diasumsikan tahun lahir anak pertama dikurangi 17 (jika nikah di usia 17 tahun), 1843 - 17 = 1826, artinya RM Harjo Dipomenggolo diperkirakan lahir tahun 1826, dan beliau masih mempunyai kakak tertua bernama RM Ngabehi Dipomenggolo, jika asumsi perbedaan 1 tahun, RM Ngabehi dilahirkan pada tahun 1825 saat pertama pecah perang Diponegoro.
Dan terkahir untuk menentukan usia RM Djonet Dipomenggolo dengan asumsi, tahun usia anak pertama dikurangi 17 tahun, 1825 - 17 = 1808, artinya RM Djonet diperkirakan lahir tahun 1808.
Dari data di atas dapat diambil kesimpulan sbb :
1. Jika RM Ngabehi Dipomenggolo lahir tahun 1825, artinya pada saat Pangeran Diponegoro (ayah RM Djonet Dipomenggolo) ditangkap oleh Belanda tahun 1830, usia RM Djonet adalah 22 tahun.
2. Jika RM Ngabehi Dipomenggolo lahir tahun 1825, artinya beliau beserta adiknya RM Harjo Dipomenggolo dilahirkan di Jogyakarta atau Jawa Tengah.
3. Dengan asumsi RM Djonet sudah menikah beliau beserta istri dan keluarganya, ikut Pangeran Diponegoro dibawa ke Batavia sebelum di asingkan ke Sulawesi.
4. Karena sesuatu hal yang tidak diketahui RM Djonet meloloskan diri beserta keluarganya ketika sampai di Batavia atau ketika ayahnya yaitu Pangeran Diponegoro hendak diasingkan ke Sulawesi.
5. RM Djonet beserta keluarga (??) untuk sementara tinggal di wilayah Batavia hal ini diperkuat dari peresmian Mesjid Jami Matraman, oleh beliau bahkan RM Djonet sendiri yang menjadi imam shalat jum'at disana, adapun tokoh masyarakat setempat yang menjadi saksi saat itu adalah Haji Mursalin dan Bustanul Arifin, keduanya masih trah mataram jaman Sultan Agung. Tuhan memberikan umur panjang kepada Haji Mursalin karena beliau menjadi saksi pula ketika Mesjid Jami Matraman hendak dibongkar oleh Belanda sekitat tahun 1920.
6. Karena aktivitas RM Djonet sangat menonjol di wilayah Batavia, akhirnya keberadaan beliau diketahui oleh Belanda, dan berdasarkan daftar orang yang harus dibawa ke Sulawesi ketika Pangeran Diponegoro hendak diasingkan, memang ada orang yang hilang yang hilang.
7. Karena situasi Batavia sudah tidak memungkinkan untuk tinggal, dengan asumsi keamanan dimana saat itu Batavia adalah sentral kekuatan Belanda, RM Djonet mengasingkan diri  ke wilayah selatan yang lebih sepi, di  kaki Gunung Salak yaitu sekitar pasir kuda, jabaru, Cikaret,  Bogor,  yang pada saat itu masih jarang penghuninya karena Bogor setelah  diserang pasukan Banten+Cirebon tahun 1578, merupakan hutan belantara tak berpenghuni, sampai tahun 1700-an (lihat sejarah Bogor).

Wednesday 11 June 2014

Pangeran Jonet adalah penyebar ilmu Silat

RM Djonet adalah putra dari Pangeran Diponegoro dari istrinya yang bernama RaY Maduretno/RA Diponegoro (cucu Sultan Hamengkubuwo II), ibunya RaY Maduretno (makam imogiri) bernama Bray Maduretno (anak Sultan Hamengkubuwo II) menikah dengan Pangeran Prawirodredjo (adipati maospati/madiun), jadi RM Djonet Dipomenggolo adalah buyut Sultan Hamengkubuwo II dari ibu Ray Maduretno dan ayah Pangeran Diponegoro. Ketika tahun 1957 makam Pangeran Prawirodredjo dipindahkan dari banyusurup ke gunung bancak desa giripurno, Magetan, beliau juga dinyatakan sebagai pejuang perintis melawan Belanda oleh Sultan Hamengkubuwono IX, saksi mata menyebutkan ketika prosesi pemindahan makam dilakukan, saking banyak sekali pelayat, keranda yang membawa tulang belulang Pangeran Prawirodredjo, berpindah tangan dari satu tangan ke tangan lainnya hingga ke liang kubur, dengan kata lain pelayat tidak bisa berjalan karena banyaknya orang, sungguh besar kecintaan warga magetan terhadap beliau, di pemakaman ini telah dikebumikan sebelumnya istri beliau yang bernama Bray Maduretno anak Sultan Hamengkubuowo II.
Saat Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Batavia, ia diikuti putera pertamanya dari istri bernama Ray Maduretno yang bernama Raden Mas Djoned. Saat Pangeran Diponegoro ditahan di Batavia ia ikut dipenjara, lalu ketika Pangeran Diponegoro dan kerabatnya naik kapal untuk dibuang ke Manado, Raden Mas Djoned ini nekat nyebur ke laut dan berenang ke arah sebuah pulau, waktu ia nyebur pasukan Belanda tidak sadar, dan sama sekali tidak... ketahuan. Raden Mas Djoned ini sampai ke Pulau tak berpenghuni di kepulauan seribu.
Selama seminggu ia menunggu di pulau itu lalu ada kapal nelayan kecil yang merapat, rupanya nelayan itu adalah penduduk kampung laut (sekarang sekitar jalan Lagoa). RM Djoned akhirnya ditolong nelayan itu dan dibawa ke kampung laut, hanya beberapa hari di kampung laut, datanglah seorang kyai Betawi yang tau bahwa ini pasti orangnya Diponegoro, kyai itu langsung membawanya ke arah Jatinegara agar jangan sampai ketahuan pihak Belanda. Lalu kyai itu mengorek keterangan bahwa memang ternyata RM Djoned adalah anak sulung Pangeran Diponegoro.
Kyai itu gembira, lalu ia mengarahkan RM Djoned bertemu dengan kelompok Matraman yang merupakan keturunan langsung dari serdadu-serdadu Mataram. Di kampung Matraman RM Djoned berusaha membangun kantung-kantung perang. Tercatat memang kemudian RM Djoned berhasil membangun kelompok anti Belanda dan menyebarkan pelajaran silat mataraman.
Kemajuan dari perkumpulan Djoned ini luar biasa, langkah pertamanya adalah memperbaiki masjid Matraman yang rencananya akan jadi pusat pertempuran baru Perang Diponegoro di Batavia. Sayangnya seorang Haji kaya terlalu berlebihan dan bersemangat membangun masjid sehingga masjid terlihat mewah, inilah yang menimbulkan kecurigaan dari Belanda kenapa kok di Matraman tiba-tiba mendadak ramai. Intel-Intel Belanda bergerak ke Matraman dan ditemukan kejutan luar biasa, ternyata putera sulung Pangeran Diponegoro yaitu RM Djoned berada di Matraman.
Kontan para petinggi militer berunding, akhirnya setelah mendapatkan informasi memang benar bahwa salah seorang daftar tawanan menghilang. Diputuskan agar penangkapan RM Djoned tidak menimbulkan kehebohan agar tidak memancing pihak lain membela RM Djoned, karena kabarnya di wilayah Banten ada kelompok radikal yang bisa saja membela RM Djoned. Dipilihlah penyergapan ke rumah RM Djoned.
Tapi beruntung bagi RM Djoned, saat penyergapan ia sedang berada di Kampung Kuningan bertemu dengan Raden Mustahid keturunan langsung Pangeran Kuningan. Berita penyergapan Raden Djoned ini membuat Raden Djoned langsung diungsikan oleh Raden Mustahid ke sebuah kampung dekat hutan jati, bernama Cilandak. Dari Cilandak kemudian dengan menggunakan gerobak Raden Djoned diungsikan ke Bogor Timur. Di Bogor itu Raden Djoned membangun kampung bernama Jabaru atau Jawa Baru. Di sebuah bukit kecil dekat kampung Jabaru digunakan tempat menernak kuda dan melatih kuda-kuda tunggangan daerah itu kemudian dikenal sebagai “Pasir Kuda”. Di sebelah timur dibuatkan kampung Dukuh Jawa.
RM Djoned terus melakukan gerakan kladenstin melawan Belanda salah satu hasilnya adalah pemberontakan di Condet, gerakan-gerakan radikalisasi petani. RM Djoned juga menyebarkan ilmu silat dimana jawara-jawaranya anti Belanda, pada tahun 1945 para jawara yang baik langsung ataupun tidak langsung mendapatkan tularan ilmu silat Diponegoro ini kelak menjadi petarung-petarung jalanan Revolusi di jam-jam pertama Revolusi Kemerdekaan.
RM Djoned  Dipomenggolo wafat tahun 1837 di Jogyakarta ketika melakukan kerusuhan menurut versi Peter Carey, sedangkan menurut keluarga RM Djoned Dipomenggolo wafat di Bogor tahun 1885,  beliau dimakamkan di gg kosasih, Cikaret, Bogor.
RM Djonet mempunyai 7 anak  bernama  :
1.     RM. Ngabehi Dipamenggala     Jabaru, C-1833
2.     RM. Hardjo Dipomenggolo     Jabaru, C-1834
3.     RM. Harjo Dipotjokro / Pangeran  Gringsing I     Jabaru, C-1835
4.     RM. Harjo  Abdul Manap    Jabaru, C-1836
5.     RM. KH. Sahid Angkrih     Jabaru, C-1835
6.     NYI Mas RAy. Ukin     Jabaru, C-1836
7.     NYI Mas RAy. Okah    Jabaru, C-1837

Mesjid Jami Matraman, Jakarta Diresmikan Ahli Waris Pangeran Diponegoro

Masjid Jami Matraman (1837)
Pegangsaan, Jakarta Pusat

Sudah jadi kebiasaan masyarakat Melayu tempo dulu di Batavia,
memplesetkan kata-kata yang sekiranya dianggap sulit untuk diucapkan.
Banyak contoh nama-nama daerah di Betawi yang penyebutannya
digampangkan sedemikian rupa. Misalnya daerah Mester di kawasan
Jatinegara.

Kata Mester, kala itu sebenarnya terucap untuk menyebutkan sebuah
tempat dimana seorang pejabat Belanda tinggal di daerah itu--tanahnya
membentang dari Salemba sampai daerah Jatinegara. Orang itu biasa
dipanggil Meester Cornelis. Maka orang-orang Betawi yang ingin
bepergian ke tempat itu menyebutnya, Mester.

Satu lagi yang juga masih berdekatan dengan wilayah Mester adalah
daerah Matraman. Konon daerah ini merupakan pusat komunitas mantan
prajurit-prajurit Kerajaan Mataram, Yogyakarta. Banyak dari sebagian
prajurit yang diutus Sultan Agung untuk menyerang VOC pimpinan Jan
Pietersen Coen di Batavia, memilih tetap tinggal di Batavia setelah
gagal merebut pusat pemerintahan kolonial itu. Diduga
prajurit-prajurit itu bukan tentara reguler, melainkan para relawan
dari golongan masyarakat biasa di Mataram sana.

Jadi karena di daerah itu banyak orang-orang dari Kerajaan Mataram,
orang Melayu di Batavia menyebutnya Matraman. Dari asal kata
Mataraman, yang artinya tempat orang-orang Mataram. Sebagai anggota
masyarakat dari sebuah kerajaan Islam, tentunya tingkat religiusitas
mereka juga tidak diragukan lagi. Ini terbukti, di masa-masa awal
mendiami daerah itu awal abad 18 mereka langsung mendirikan tempat
ibadah. Tempat yang menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Jami
Matraman sekarang.

Pada tahun 1837 dua orang generasi baru keturunan Mataram yang lahir
di Batavia, H. Mursalun dan Bustanul Arifin, memelopori pembangunan
kembali tempat ibadah itu. Setelah selesai pembangunannya, dahulu
masjid ini diberi nama Masjid Jami' Mataraman Dalem. Yang artinya
masjid milik para abdi dalem (pengikut) kerajaan Mataram. Dipilihnya
nama itu dimaksudkan sebagai penguat identitas bahwa masjid itu
didirikan oleh masyarakat yang berasal dari Mataram. Dan memang
terbukti hingga kini masjid itu disebut dengan Masjid Jami Matraman.

Melihat tampilan arsitekturnya, Masjid Jami Matraman dipengaruhi oleh
gaya dari Mekah dan India. Sebagai seorang yang menyandang gelar haji
pada masanya, H. Mursalun terkagum-kagum dengan bangunan Masjidil
Haram dan Taj Mahal. Dua ciri kuat dari arsitektur kedua masjid itu
adalah, bentuk beranda yang menggunakan pilar-pilar tipis dengan
profil melengkung-lengkung diantaranya. Lalu bentuk kubah yang bulat
bundar serta menara disamping masjid. Hal inilah yang juga
kelihatannya diterapkan pada Masjid Jami Matraman.

Penggunaan masjid secara resmi dikukuhkan oleh Pangeran Jonet dari
Kasultanan Yogyakarta, yang merupakan keturunan langsung dari Pangeran
Diponegoro. Sholat Jum'at pertama di Masjid Jami Matraman itu juga
dipimpin sendiri oleh Pangeran Jonet. Sejak itu hingga masa-masa
pergerakan, Masjid Jami Matraman diramaikan oleh berbagai aktivitas
keagamaan. Karena letaknya yang berdekatan dengan kantong-kantong
pergerakan pemuda-daerah Pegangsaan dan Kramat, masjid ini sempat juga
dicurigai sebagai tempat memupuk gerakan anti kolonial.

Maka pada tahun 1920, pemerintah kolonial Hindia Belanda berniat
membongkar Masjid Jami Matraman. Setelah sebelumnya memanggil beberapa
tokoh masyarakat dan ulama sekitar masjid ke HofdBureau--semacam
kantor polisi zaman itu. Peristiwa itu membangkitkan amarah masyarakat
sekitar Masjid Jami Matraman. Dipimpin langsung oleh H. Mursalun dan
Bustanul Arifin yang ketika itu telah berusia lebih dari seabad,
masyarakat sekitar menggalang kekuatan dan mengadakan mobilisasi
massa.

Rupanya reaksi keras dari masyarakat itu menciutkan nyali pemerintah
Belanda untuk membongkar masjid. Bahkan untuk mengambil hati dan
simpati, tahun 1923, pemerintah Hindia Belanda ikut membantu renovasi
bagian yang rusak dari Masjid Jami Matraman yang sekarang berada di
Jalan Matraman II No. 1 Rt. 008/04 Kel. Pegasangsaan Kec. Menteng,
Jak-Pus.

Tidak sulit mencari lokasi masjid ini. Letaknya yang berdekatan dengan
perempatan Matraman--perpotongan empat jalan raya yakni Jalan Matraman
Raya, Pramuka, Salemba dan Matraman, dapat dengan mudah dijangkau baik
dengan transportasi umum maupun pribadi. Terminal bus Kampung Melayu
atau Pasar Senen dapat dipilih sebagai alternatif. Sebelum Jalan
Tambak dan setelah Kali Ciliwung dari arah Jalan Raya Matraman,
sedikit ke Selatan sudah tampak bangunan Masjid Jami Matraman

situs lain yang mendukung tukisan ini adalah :
http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-islam/1115-jejak-sultan-agung-mataram-di-masjid-jami-matraman
http://duniamasjid.islamic-center.or.id/1078/masjid-jami-matraman-jakarta/

Tuesday 3 June 2014

Silsilah Rd Tumenggung Suriamenggala (suami RaY Gondomirah)

Pangeran Santri  adalah seorang tokoh penyebar agama islam pertama di wilayah kerajaan sumedang larang tahun 1530 ,pada waktu itu sumedang larang di pimpin oleh seorang ratu yang bernama RATU DEWI INTEN DEWATA yang terkenal dengan sebutan RATU PUCUK UMUN, Ibunya bernama Nyi Mas Ratu Istri Patuakan turunan kelima dari Prabu tajimalela. Kemudian Pangeran Santri menikah dengan Ratu Dewi Inten Dewata/sumedang larang dan berhasil mengislamkan kerajaan berikut rakyatnya.
 Pangeran Santri adalah putra Pangeran Palakaran(PANGERAN MUHAMAD) dari istrinya putri sindang kasih, pangeran muhamad adalah putra pangeran panjunan/Syekh Abdurahman dari  istrinya Putri Matang Sari, Pangeran Panjunan adalah Putra Syekh Datuk kahfi,Sedangkan Matang Sari Putrinya Ki Ageng Japura Cucunya Amuk Marugul buyut Prabu Susuk Tunggal canggah Prabu Wastukencana dari kerajaan Sunda,dari garis turunan nenek dari bapak, berarti Pangeran Santri Turunan Prabu Wastu kencana,Generasi ke 6 dari bapak melalui Neneknya. Berikut Silsilah Pangeran Santri :
Dari Nenek Ayah
Prabu Wastukencana->Prabu Susuk Tunggal->Ki Amuk Marugul->Ki Ageng Japura->Nyai Matangsari ->Pangeran Muhammad/Palakaran->Pangeran Santri
Dari Kakek Ayah
Syekh Dahtul Kahfi/Nurjati->Pangeran Panjunan/Abdurahman->Pangeran Muhammad/Palakaran->Pangeran Santri
kemudian
Pangeran Panjunan/Abdurrahman nikah dengan  Matangsari mempunyai anak Pangeran Muhammad/Palakaran mempunyai anak Pangeran Santri


generasi I
Pangeran Santri, berputra
1. Pangeran Geusan Ulun
2. Pangeran Rangga Gede
3. Pangeran Rangga Gempol
4. Panembahan Wirakara
5. Panembahan Aria Tanumaya
6. Ratu Penganten/Raden Suranegara (Pajajaran)

generasi II
6. Ratu Penganten/Raden Suranegara (Pajajaran), berputra
6.1. Adipati Surialaga I
6.2. Adipati Surialaga II

generasi III
6.2. Adipati Surialaga II + Nyi R Hamsyiah (Putri No 14 Rd Aria Wiratanudatar V),berputra
6.2.1. Patih Rangga Candramenggala
6.2.2. Rd Hamzah

generasi IV
6.2.1. Patih Rangga Candramenggala + Nyi Rd Sarimantri, berputra
6.2.1.1. Nyi Rd Murtasiah
6.2.1.2. Nyi Rd Antamirah
6.2.1.3. Tumenggung Suriamenggala
6.2.1.4. Nyi Rd Kasmirah
6.2.1.5. Rd Argamenggala
6.2.1.6. Rd Sacamenggala
6.2.1.7. Nyi Rd Habibah
6.2.1.8. Rd Abdul
6.2.1.9. Rd E Candramenggala
6.2.1.10. Rd Muhyi
6.2.1.11. Nyi Rd Sudah
6.2.1.12. Rd Mursid
6.2.1.13. Nyi Rd Suhemi

generasi V
6.2.1.3. Tumenggung Suriamenggala + Ray Gondomirah (cucu Pangeran Djonet Dipomenggolo bin Pangeran Diponegoro), berputra
6.2.1.3.1. RH Ibrahim (Rd Wiradinegara)
6.2.1.3.2. Nyi Rd Asmaya
6.2.1.3.3. Nyi Rd Enting Aisyah
6.2.1.3.4. Nyi Rd Siti Fatimah
6.2.1.3.5. Nyi Rd Antamirah
6.2.1.3.6. Rd Candraningrat (Suradiningrat)
6.2.1.3.7. Rd Y Gandaningrat
6.2.1.3.8. Rd Indris Tirtadiredja
6.2.1.3.9. Nyi Rd Rajamirah

generasi V
6.2.1.2. Nyi Rd Antamirah + Rd Nitidiredja (turunan Kuningan), berputra
6.2.1.2.1. Rd Asep Asik Sumintadiredja

generasi VI
6.2.1.2.1. Rd Asep Asik Sumintadiredja, berputra
6.2.1.2.1.1. Rd Kertadiredja


6.2.1.2.1.1. Rd Kertadiredja (gen VII) + 6.2.1.3.9. Nyi Rd Rajamirah (gen VI), berputra
6.2.1.2.1.1.1. Rd Yasin Winatadiredja, punya anak tapi tidak punya keturunan
6.2.1.2.1.1.2. Rd Siti Rahmat (makam pamoyanan wafat 1976) nikah dengan R Husein / wafat 1940 (camat Ciririp/Purwakarta)
6.2.1.2.1.1.3. Rd Tatang Muhtar makam Ciluar
6.2.1.2.1.1.4. Rd Icha Aisyah, di Belanda dari tahun 1935


6.2.1.2.1.1.2. Rd Siti Rahmat + R Husein, berputra
6.2.1.2.1.1.2.1. Rd.H.A.B. Yogapranatha, bandung, 2000 (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.2. Rd. Syafei (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.3. Ny. Rd. Tuti, pamoyanan, 1997 (Almh)
6.2.1.2.1.1.2.4. Rd. Hanafi (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.5. Rd. Ali M. Ali Widyapranatha, pamoyanan (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.6. Ny. Rd. Neneng Kulsum, sukabumi (Almh)
6.2.1.2.1.1.2.7. Ny. Rd. Hj. Iyoh Roswati, pamoyanan 2013 (Almh)
6.2.1.2.1.1.2.8. Rd. U. Effendi Madyaprana, pamoyanan 1986 (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.9. Ny. Rd. Siti Sarah, pamoyanan (Almh)
6.2.1.2.1.1.2.10. Rd. H. Usman Satiaprana (Alm)
6.2.1.2.1.1.2.11. Rd. Enen Sutresna Yogaprana (masih ada saat tulisan ini dibuat)

6.2.1.2.1.1.3. Rd Tatang Muhtar + Ratu Juhriah (makam majalaya dekat cikundul, Cianjur), berputra
6.2.1.2.1.1.3.1. Ny Rd Siti Aminah wafat di sukabumi tahun 1943
6.2.1.2.1.1.3.2. Ny Rd Umriyah wafat pondok cabe 2006